Ketika
kamu diminta menulis tentang nasionalisme, kita bisa bayangkan bagaimana
kemana-mananya pemikiranmu. Sampai kamu menemukan salah satu bagian yang akan
kamu jabarkan panjang. Sebelumnya menurutmu, nasionalisme itu apa sih?
Teriak
EN-DO-NE-SA dipertandingan sepak bola? Kalau galau dengerinnya Padi, bukan Sam
Smith? Atau apa? apa pun itu, terserah kalian saja. Terpenting jangan ada
pembodohan diantara kita.
Menurut wiki, Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation)
dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai
tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan
nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal
maupun eksternal. Belum lagi
menurut Soekarno dimana sosio-nasionalisme dengan paham humanisme-nya, Tan
Malaka dengan Madilog-nya, juga Eduard Douwes Dekker dan Ernest Douwes
Dekker. Sebab kalau
kamu mengukur kadar nasionalisme seseorang berdasarkan asal-usul suku
bangsanya, atau tempat kelahirannya, maka ukuran itu pantas dibuang ke
keranjang sampah. Ukuran itu tidak berlaku bagi yang berjasa
besar bagi kelahiran ide-ide nasionalisme dan pergerakan kemerdekaan di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui juga ; Nasionalismeku
adalah nasionalisme kemanusiaan, begitulah Mahatma Gandhi berkata.
Mabuk
alkohol besok pagi sembuh, mabuk nasionalisme nanti jadi pemuda panitia. Repot.
Gejalanya sama aja kok, overdosis nasionalis/patriotisme. Btw serem ya? Keluar
dari islam layak dibunuh, misah dari NKRI layak dibunuh, dan celakanya
orang-orang haus darah ini selalu nyari narasi pembenaran. Narasi pembenarannya
ya macem-macem; dari anti islam, NKRI harga mati, anti aseng, ganyang cina.
Intinya mah sama, kurang odol. Narasinya udah siap? Tinggal kasih simbol. Yang
islamis pake simbol kesalehan macem sorban, yang nasionalis pake corak kewan. Yang
kita maksud nasionalisme itu ideologi, dipelajari beneran aja masih bisa
nyasar, apalagi cuma becek-becekan di simbol.
Berjuang
demi kebahagiaan dan memaksa sesuatu demi kebahagiaan adalah dua hal yang
berbeda. Dan hanya karena caramu bergerak pun bertutur kata berbeda, tak
mengubah kita menjadi bukan sama-sama manusia. Kalau kemanusiaan saja kamu
tidak bisa memahami, jangan jadi bedebah bicara ketuhanan.
Berapa
banyak bangkai yang akan kita makan dari hari ke hari? Yang paling dibutuhkan
oleh dunia ini adalah saling pengertian- pengertian antar-manusia,
antar-bangsa. Tidak mungkin terwujudnya pengertian internasional, apabila tidak
ada rasa damai dalam diri manusia.
Setiap
negara mempunyai masalah. Nasfu akan kekuasaan, ketenaran, kekayaan, dan lain
sebagainya. Keadaan sekarang ini akan memaksa kita untuk memilih satu di antara
dua pilihan ini: saling memahami atau musnah dalam kekacauan yang melanda
dunia.
Dunia
di mana kita hidup saat ini penuh dengan salah pengertian-salah pengertian
antara anggota keluarga, salah pengertian di rumah, di sekolah, di perguruan
tinggi, di tempat-tempat ibadah dan sebagainya. Dan dalam zaman sekarang ini,
kekuatan pikiran telah dikembangkan. Teknologi yang canggih telah dikembangkan.
Sains berkembang terus. Namun masalah-masalah yang dihadapi peradaban sekarang
tidak dapat diatasi oleh perkembangan pikiran saja. Hati yang penuh dengan pengertian
dan kesadaran itulah yang diperlukan.
Indonesia
itu beragam tapi satu, Indonesia itu rumah bagi banyak perbedaan. Bukan hanya
untuk satu kaum saja. Tidak ada yang memaksamu untuk mengerti segala hal yang
tak kamu mengerti. Cukup menerima bahwa perbedaan memang nyata. Perbedaan
adalah rahmat, bukan sekat. Namanya juga perbedaan. Tidak ada yang lebih benar
dari yang lain. Memang gampang memberi nasihat kepada orang lain. Namun apabila
kamu sendiri tidak pernah mempraktekkan apa yang kamu katakan, tak seorang pun
akan memperhatikan kamu.
Montaigne,
seorang ahli filsafat Perancis pernah menyatakan suatu pernyataan yang kemudian
menjadi motto hidupnya : “Orang tidak terlalu terluka oleh apa yang terjadi,
akan tetapi oleh pendapatnya akan apa yang terjadi.” Dan pendapat (opini)
tentang apa yang terjadi sepenuhnya terserah kepada kita.
William
James, pernah membuat suatu observasi : “Tampaknya tindakan mengikuti perasaan,
tetapi sebenarnya tindakan dan perasaan berjalan bersama, dan dengan mengatur
tindakan yang berasa lebih langsung di bawah kontrol kemauan, secara tidak
langsung kita dapat mengatur perasaan, yang tidak berada di bawah kontrol
kemauan.”
Dengan
kata lain, William James ingin mengatakan kepada kita bahwa kita tak dapat
dengan cepat merubah emosi kita hanya dengan “merubah pikiran” akan tetapi hal
tersebut dapat merubah tindakan kita. Dan apabila kita merubah tindakan kita,
secara otomatis kita akan merubah pula perasaan kita.
“Jadi,”
lanjutnya: “pematang sukarela yang menuju kegembiraan, apabila kegembiraan
hilang adalah bangkit dengan gembira, bertindak dan berbicara seolah-olah
kegembiraan sudah berada di sana.”
Jutaan
manusia telah menghancurkan hidupnya di dalam kemarahan yang kacau balau,
karena mereka menolak untuk menghadapi yang terburuk. Karena mereka tidak mau
memperbaiki kesalahan-kesalahannya. Karena mereka tidak mau mengangkat yang
masih bisa diselamatkan dari kehancuran tersebut. Bukannya mencoba membangun
kembali keberuntungannya, mereka bahkan menciptakan “pertandingan yang keras
dan pahit melawan pengalaman”- dan kemudian menjadi korban dari apa yang
dinamakan : melankolia.
Musuh
kita yang lain, yang merintangi kebahagiaan kita adalah ketakutan.
Ada
yang bertanya pada Yudisthira, “Apa yang dapat menyelamatkan manusia dari segala
macam bencana?” Yudisthira menjawab, “Semangat.” Memang betul. Apabila kita
kehilangan harta, kita hanya kehilangan sedikit saja. Apabila kita kehilangan
teman, kita kehilangan banyak. Apabila kita kehilangan semangat, kita
kehilangan segalanya. Dimana semangat lahir dari keyakinan- yaitu keyakinan
bahwa kita tidak sendirian. Tuhan selalu menyertai kita.
Pikiran
adalah beton yang kita gunakan untuk membangun kehidupan. Banyak orang
mengundang bencana dengan berpikir negatif dan mengeluh tentang nasib mereka.
Mereka tidak menyadari bahwa mereka sendirilah yang menentukan hal itu.
Pikiran-pikiran mereka sendirilah yang menyebabkan mereka seperti mereka
adanya. Oleh karena itu, kita harus mengawasi pikiran kita.
Kesal
itu manusiawi, beda juga. Lha kalau semua-mua diberantemin hanya karena beda,
apa nggak sayang tenaga? Yha, bebaslah. Namanya negara demokrasi. Ada yang cari
konten, ada yang cari perkara, ada yang kontennya cari perkara. Toh mau siapa
pun yang menghalangi, pilihannya tetap di kita mau digubris atau tidak.
Prinsipnya mah; selama baik dan tidak merugikan orang lain, biarkan saja orang
bilang apa. They don’t pay your bills, get you any good or makes you richer,
they won’t be there when you’re down either. So, why bother? (: chose your war
carefully, for what is worth.
Write By: Veronica Andini K. | 9 Agustus 2018
Komentar
Posting Komentar