Hai bung, salam dari Indonesia. Negerimu, negeriku, negeri para
Hulubalang masa penjajahan, negeri para rakyat yang menderita dan
bangsanya yang dibakar api keserakahan penjajah.
Sebelumnya perkenankan aku memperkenalkan diriku bung. Aku salah satu
pemuda Indonesia. Yang mengikuti perkembangan abad 20. Yang kepalan
tangannya tak sekokoh perjuangan masamu.
Selamat ulang tahun untukmu bung. Di tanggal 06 Juni yang masih
terhitung beberapa menit yang lalu. Surat ini saya tulis dan hantarkan
malam hari. Supaya saya jangan sekali-sekali melupakan sejarah.
Apa kabarmu hari ini bung? Jikalau kau masih hidup mungkin turut
menangis seperti kata-kata ini. Merah warnanya menyimpan duka zaman.
Yang digerogoti oleh keputusasaan para individualis yang apatis
Negara kita telah berkembang bung. Sekarang kebebasan dapat
diperoleh. Berpendapat semakin mudah dan canggih. Apalah itu surat
menyurat. Sudah kuno sekali.
Namun dari sanalah timbul penjajah-penjajah yang tidak menggunakan
seragam-seragam lapangan. Mereka pun tidak perlu menggunakan senapan.
Tak perlu susah-susah membuat strategi peperangan. Zaman sekarang
menjajah dapat dengan mudah dilakukan, dimana saja dan kapan saja.
Bung, jika kau tahu kabar hari ini, akan seperti apa raut
kekecewaamu. Hari ini pemuda pemudi tidak sibuk belajar. Berdiskusi dan
berjalan bersama pun akan jarang kau jumpa. Hari ini, anak-anak sudah
banyak yang tidak lagi bermain petak umpet, dakonan, bekelan, gobaksodor
hingga kucing-kucingan. Hari ini masyarakat sudah tidak perlu membaca
koran-koran pagi dengan secangkir kopi. Berbicara politik, ekonomi atau
eyel-eyelan membesarkan jagoan grup bolanya.
Bung, teknologi hari ini semakin canggih. Kau mungkin sudah tak perlu
berkirim surat dengan kawan-kawanmu, kau tak perlu bertanya-tanya
banyak orang untuk mengobrolkan suatu permasalahan. Karena kata-kata
terkirim lebih cepat ketimbang kecepatan sendok yang diantarkan tangan
menuju mulut. Tidakkah kau takjub dengan perkembangan zaman?
Namun bung, zaman sekarang tertawa tidak perlu lagi mengeluarkan
suara, sedih tak usah berpeluh air mata dan berpendapat pun tak ada
batasan . Kau tak perlu dipenjarakan atau dibinasakan atas pendapatmu.
Justru kau yang dapat membunuh lawanmu. Tak peru berhadapan dengannya
secara langsung apabila nyali ciut. Cukup mengetik dengan jari dan
kirim, itu sudah cukup untuk memprovokasi masa yang banyak. Kebhinekaan
kita pun dapat runtuh hanya karena beberapa ketikan jari. Lihatlah
negara yang dibangun pada zamanmu telah rusuh oleh pemikiran-pemikiran
mentah. Yang membuat kita kembung atas ketidakbenaran. Dan memuntahkan
tali persaudaraan.
Bung, saya masih ingat betul petuah yang pernah kau katakan. Bahwa
perjuanganmu lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuanganku
lebih sulit karena melawan bangsaku sendiri. Tak salah yang kau
bicarakan bung. Saya kadang merasa heran atas pemikiran-pemikiran oknum
yang menggerus keadilan saudaranya, memprovokasi suatu golongan yang
mengakibatkan perpecahan dan tak ayal mengesampingkan kerukunan.
Namun bung, dengan semangat nasionalisme yang pernah kau kobarkan.
saya dan pemuda pemudi yang lain akan bersusah payah untuk menggaungkan
kembali semangat bersatu. Menjadi pemudi yang tangguh dan bijak atas
perkembangan zaman. Tak banyak memang yang sama seperti kami bung. Namun
kami akan menjadi kuat dengan pemikiran hebat kami. Dan melanjutkan
perjuanganmu dan kawan-kawanmu yang telah memberikan abdi untuk
INDONESIA
Janjiku ini kado zaman untukmu bung.
Merdeka!!!
Write By: Mas Uliatul Hikmah | 6 Juni 2017
Komentar
Posting Komentar