GMNI F-MIPA UNESA (Sambung Pikir)
“Mendukung Merdeka atau Merawat Kemerdekaan dalam Bingkai Pen74jahan”
Kerusuhan atas dugaan pelecehan terhadap bendera Indonesia oleh Mahasiswa Papua telah membuat kericuhan di Surabaya. Dengan ironisnya terjadi ketika momen dimana sang merah putih gagah berani dikibarkan di seluruh penjuru tanah air.
Berkembangnya pemberitaan yang masih dalam taraf dugaan telah mencuatkan isu rasisme dipermukaan, yang dampaknya semakin memperkeruh suasana peringatan kemerdekaan saat itu. Dengan maraknya berita tersebut, Komisariat GMNI F-MIPA UNESA berinisiatif mengadakan diskusi (sambung pikir) untuk menyikapi dalam sudut pandang kemanusiaan yang dibuka untuk seluruh anggota-kader GMNI se-Surabaya. Karena dalam peristiwa tersebut tidak hanya mahasiswa Papua yang dirugikan, tetapi juga persatuan dan kesatuan Indonesia untuk selanjutnya.
Peristiwa tersebut melenggang jauh ke media tanpa klarifikasi langsung oleh mahasiswa Papua. Pelemparan kata-kata yang tidak pantas, kerusuhan, hingga pengepungan oleh aparat dan ormas dialami oleh mereka. Hingga pada akhirnya menimbulkan kecemasan, ketidaknyamanan dalam beraktifitas khususnya menutut ilmu di Jawa ini. Dimana lebih lagi menimbulkan trauma bagi mereka.
Dalam diskusi yang juga dihadiri salah satu perwakilan dari mahasiswa timur Indonesia menyatakan bahwa mereka (mahasiswa Papua) menyadari perbedaan budaya ditempat asalnya dengan budaya di Jawa. Mereka berasumsi bahwa perbedaan budaya inilah yang menyebabkan kurang intropeksi dan ketidaknyamanan. Harapannya untuk kedepan baik mahasiswa Papua ataupun masyarakat Jawa, khususnya Surabaya dapat saling menghormati hingga terjadi kondisi hubungan yang harmonis.
Mengingat kejadian ini bukan pertama kalinya terjadi, tuntutan mahasiswa Papua dari peristiwa tersebut adalah penindakan lanjut tentang fakta awal berangkatnya masalah ini. Keganjilannya peristiwa ini telah terjadi beberapa kali dalam beberapan tahun berturut-turut. Mahasiswa Papua menginginkan adanya toleransi dalam hidup bersaama dan kemerdekaannya, dengan maksud merdeka atas segala tindakan-tindakan penindasan. Jika memang dalam waktu selanjutnya terjadi kejadian serupa beserta keganjilan-keganjilannya harus dilakukan penindakan secara tatanan hukum yang benar, karena dirasa hanya dengan jalan hukum dapat mencapai kesadaran moral untuk bertoleransi dalam hidup bersama.
Atas ketidaknyamanan dan trauma mahasiswa Papua Komisariat GMNI F-MIPA Unesa memohon maaf sebesar-besarnya dan akan melakukan konsolidasi bersama seluruh Komisariat se-Surabaya dengan persetujuan DPC GMNI Surabaya dengan maksud melakukan silaturahmi dan penyakinan bahwa mereka aman belajar di Kota Pahlawan ini.
Merdeka!!
“Mendukung Merdeka atau Merawat Kemerdekaan dalam Bingkai Pen74jahan”
Kerusuhan atas dugaan pelecehan terhadap bendera Indonesia oleh Mahasiswa Papua telah membuat kericuhan di Surabaya. Dengan ironisnya terjadi ketika momen dimana sang merah putih gagah berani dikibarkan di seluruh penjuru tanah air.
Berkembangnya pemberitaan yang masih dalam taraf dugaan telah mencuatkan isu rasisme dipermukaan, yang dampaknya semakin memperkeruh suasana peringatan kemerdekaan saat itu. Dengan maraknya berita tersebut, Komisariat GMNI F-MIPA UNESA berinisiatif mengadakan diskusi (sambung pikir) untuk menyikapi dalam sudut pandang kemanusiaan yang dibuka untuk seluruh anggota-kader GMNI se-Surabaya. Karena dalam peristiwa tersebut tidak hanya mahasiswa Papua yang dirugikan, tetapi juga persatuan dan kesatuan Indonesia untuk selanjutnya.
Peristiwa tersebut melenggang jauh ke media tanpa klarifikasi langsung oleh mahasiswa Papua. Pelemparan kata-kata yang tidak pantas, kerusuhan, hingga pengepungan oleh aparat dan ormas dialami oleh mereka. Hingga pada akhirnya menimbulkan kecemasan, ketidaknyamanan dalam beraktifitas khususnya menutut ilmu di Jawa ini. Dimana lebih lagi menimbulkan trauma bagi mereka.
Dalam diskusi yang juga dihadiri salah satu perwakilan dari mahasiswa timur Indonesia menyatakan bahwa mereka (mahasiswa Papua) menyadari perbedaan budaya ditempat asalnya dengan budaya di Jawa. Mereka berasumsi bahwa perbedaan budaya inilah yang menyebabkan kurang intropeksi dan ketidaknyamanan. Harapannya untuk kedepan baik mahasiswa Papua ataupun masyarakat Jawa, khususnya Surabaya dapat saling menghormati hingga terjadi kondisi hubungan yang harmonis.
Mengingat kejadian ini bukan pertama kalinya terjadi, tuntutan mahasiswa Papua dari peristiwa tersebut adalah penindakan lanjut tentang fakta awal berangkatnya masalah ini. Keganjilannya peristiwa ini telah terjadi beberapa kali dalam beberapan tahun berturut-turut. Mahasiswa Papua menginginkan adanya toleransi dalam hidup bersaama dan kemerdekaannya, dengan maksud merdeka atas segala tindakan-tindakan penindasan. Jika memang dalam waktu selanjutnya terjadi kejadian serupa beserta keganjilan-keganjilannya harus dilakukan penindakan secara tatanan hukum yang benar, karena dirasa hanya dengan jalan hukum dapat mencapai kesadaran moral untuk bertoleransi dalam hidup bersama.
Atas ketidaknyamanan dan trauma mahasiswa Papua Komisariat GMNI F-MIPA Unesa memohon maaf sebesar-besarnya dan akan melakukan konsolidasi bersama seluruh Komisariat se-Surabaya dengan persetujuan DPC GMNI Surabaya dengan maksud melakukan silaturahmi dan penyakinan bahwa mereka aman belajar di Kota Pahlawan ini.
Merdeka!!
Komentar
Posting Komentar